PERBANDINGAN PENDIDIKAN VOCATIONAL INDONESIA DENGAN JERMAN

Standar

PERBANDINGAN PENDIDIKAN KEJURUAN

DI JERMAN DAN INDONESIA

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia , Pendidikan Kejuruan merupakan salah satu jenis pendidikan yang dilaksanakan (Pasal 15 UUSPN No.20/Tahun 2003). Pendidikan kejuruan ini sebenarnya memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terampil dan mandiri. Pendidikan kejuruan selayaknya menitikberatkan pembelajaran berbasis kerja, sesuai dengan yang diharapkan oleh dunia usaha dan dunia industry. Akan tetapi kenyataannya bahwa Pendidikan Kejuruan yang selama ini dilaksanakan mempunyai disparitas yang sangat mencolok antara kemampuan yang diharapkan dunia kerja dengan lulusan yang dihasilkan dunia pendidikan khususnya pendidikan kejuruan.

Perhatian pemerintah terhadap pendidikan kejuruan hanya sebatas slogan yang mencanangkan Renstra (Rencana Strategis) Depdiknas 2005 – 2009 yang menargetkan 70% SMK : 30% SMA sampai pada tahun 2015, demikian juga dunia industry sangat kurang perhatiannya terhadap dunia pendidikan sekolah kejuruan. Hal ini sangat dirasakan oleh beberapa sekolah dan siswa saat menjelang pelaksanaan Prakerin, sungguh sangat sedikit industry  yang bersedia menerima siswa sebagai tempat Prakerinnya. Pada hal berdirinya sekolah pendidikan kejuruan di Indonesia dimulai sejak pemerintahan colonial Hindia Belanda tahun 1901, kemudian dilanjutkan pada Pra Pelita I sampai Era Reformasi. Sampai saat ini, sekolah menengah kejuruan masih menjadi sekolah “kelas dua” setelah SMA, padahal sekolah menengah kejuruan jadi salah satu icon yang patut dikembangkan dalam pendidikan di Indonesia.

 

Sedangkan Negara Jerman dikenal sebagai negara yang sangat peduli dengan pendidikan vokasi/ kejuruan. Pendidikan vokasi di Jerman bisa maju karena sector pendidikan mendapat perhatian yang baik dari pemerintah. Ada kalaborasi yang baik antara pemerintah, sekolah, dan dunia industry dalam mengembangkan pendidikan vokasi, maka sangat tidak mengherankan pada tahun 1970 sistem pendidikan Jerman sudah mampu meraih tujuan-tujuan yang dicanangkan, hanya sekitar 25 tahun setelah Jerman rata dengan tanah akibat kekalahan dalam Perang Dunia II. Berbagai keunggulan Jerman di bidang kedokteran, teknologi, sastra, dan seni merupakan keberhasilan system pendidikan Jerman yang secara gemilang telah mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada pasca kekalahan Perang Dunia II. Tak aneh bila saat ini Jerman merupakan salah satu Negara dengan system pendidikan terbaik di dunia yaitu menduduki peringkat ketigabelas, seperti dikutip dari Education for All Global Monitoring Report 2011 UNESCO.

Beberapa hal menarik yang dapat dipelajari pada sistem pendidikan yang diterapkan di Jerman, khususnya pendidikan kejuruan (Berufsbildung). Sistem Pendidikan kejuruan yang dilaksanakan di Republik Federal Jerman sangat baik. Diakui bahwa pendidikan merupakan kewajiban bersama dari semua pihak, khususnya antara Pemerintah dan Dunia Usaha dan Industri. Siswa-siswa di Jerman sangat menikmati belajar dengan mengalami dua pengalaman yang saling mendukung yaitu belajar dan bekerja. Setiap siswa dari Pendidikan Kejuruan sudah mengerti dengan apa yang dia pelajari dan bagaimana penerapannya di dunia kerja. Apa yang dipelajari di sekolah merupakan kondisi aktual yang ada di Industri atau usaha. Penuhnya perhatian daripada Industri untuk meningkatkan kualitas daripada lulusan pendidikan kejuruan merupakan salah satu faktor keberhasilan pendidikan mereka. Pendidikan bagi mereka adalah berorientasi pada kerja. Sehingga tanggungjawab pembentukan kualitas lulusan merupakan tanggungjawab bersama. Secara eksplisit tidak pernah ada Undang-Undang atau aturan yang mewajibkan Dunia Industri/usaha untuk memperhatikan pendidikan itu. Akan tetapi mereka merasa bertanggungjawab, karena memang mereka membutuhkan kualitas tenaga kerja yang baik yang dihasilkan oleh pendidikan untuk mendukung proses produksi dan pengembangan mereka.

Suatu ketika dalam sebuah perkuliahan di Universitas Magdeburg pernah terlontar pertanyaan dalam suatu diskusi, „Mengapa Dunia Industri/Dunia Usaha memberikan perhatian penuh pada Pendidikan Kejuruan mereka, sedangkan tidak ada satu aturanpun yang mewajibkan dunia Industri/usaha menopang atau ikut berperan serta di bidang pendidikan ?“ Satu jawaban yang sangat sederhana akan tetapi mempunyai makna sangat dalam, yaitu : mereka bangga mempunyai kualitas. Artinya ketika mereka berperan serta dalam pendidikan mereka bisa menjaga dan mengembangkan kualitas Produk/Jasa mereka.

Dari situasi tersebut jelas terlihat sistem pendidikan mereka telah ditata dan dikembangkan sedemikian rupa. Terbukti untuk pendidikan kejuruan mereka memiliki suatu badan yang bertugas memikirkan dan mengembangkan terus pendidikan mereka. Badan ini disebut Bundesinstitut für Berufsbildung (BiBB) atau Federal Institut for Vocational Education and Training.

 

 

 

BAB II 

PEMBAHASAN PENDIDIKAN  

 

  1. I.    PENDIDIKAN DI JERMAN

 

  1. A.   Sistem Pendidikan Di Jerman

 

Sistem Pendidikan Jerman terdiri atas sektor-sektor Primer, Sekunder dan Tersier.  Pada masing-masing sektor terdapat tipe-tipe sekolah. Hubungan antara kelompok umur degan jenjang pendidikan menunjukkan waktu yang tepat bagi peserta didik untuk memasuki jenjang yang relevan. Variasi luasan blok pada masing-masing tipe sekolah tidak menggambarkan banyaknya populasi peserta didik pada tipe sekolah tersebut.

 

Anak-anak wajib masuk sekolah secara full time mulai umur enam tahun, periode ini berlangsung sampai anak berumur sembilan tahun (di beberapa negara bagian sampai sepuluh tahun).  Setelah menyelesaikan periode ini, anak muda tidak harus masuk sekolah secara full time, tetapi bisa juga masuk sekolah part time (sekolah kejuruan) selama tiga tahun. Secara sederhananya, anak-anak di Jerman harus sekolah mulai umur 6 hingga 18 tahun.  Setelah empat tahun di sekolah dasar (Grundschule), anak dapat memasuki jenjang pendidikan sekunder yang terdiri atas Hauptschule, Realschule, Gymnasium, dan Gesamtschule. Dari sini kemudian siswa melanjutkan ke Berufsschule, Berufsfachschule, atau Gymnasium tergantung pada kemampuan akademisnya.

 

  1. B.   Sistem Ganda

 

Di dunia internasional, sistem ganda yang berlaku dalam pendidikan kerja di Jerman merupakan hal istimewa. Sistem Ganda  sebagai suatu bentuk yang dominan pada Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Jerman telah dikenal luas di dunia.  Sistem ini sudah secara tradional sejak 700 tahun yang lalu dan berakar pada permulaan abad pertengahan.  Seiring perjalalan waktu,  sistem ini telah berkembang secara mantap dan membawa perubahan pada masyarakat, ekonomi, dan teknologi tanpa kehilangan identitas sebagai suatu bentuk pelatihan yang paling sesuai dengan ekonomi dan pasar kerja.

 

Sekitar separuh dari jumlah lulusan sekolah menjalani pendidikan kejuruan dalam salah satu di antara ke-350 pekerjaan didikan yang diakui negara dalam sistem ganda tersebut. Proses memasuki dunia kerja ini berbeda dengan pendidikan kejuruan yang hanya berlangsung di sekolah, seperti yang masih berlaku di banyak negara: Bagian praktek dipelajari selama tiga sampai empat hari seminggu di perusahaan; disusul oleh pelajaran teori di sekolah kejuruan selama satu atau dua hari per minggu.

 

Pendidikan magang seperti itu berlangsung selama dua sampai tiga setengah tahun. Pendidikan intraperusahaan dilengkapi lagi dengan kursus ekstern dan kesempatan kualifikasi tambahan yang disediakan di luar. Pendidikan kerja dibiayai oleh perusahaan yang membayar imbalan kepada magangnya, dan oleh negara yang membiayai sekolah kejuruan. Ada sekitar 500.000 perusahaan, instansi layanan publik dan penyandang profesi bebas yang berkecimpung dalam pendidikan kerja. Lebih dari 80 persen di antara tempat pendidikan kerja disediakan oleh perusahaan kecil dan menengah.

 

Berkat pendidikan kerja sistem ganda itu, jumlah orang muda yang tidak memiliki pekerjaan atau tempat pendidikan kerja di Jerman relatif kecil. Untuk kelompok umur 15 sampai 19 tahun, jumlah itu hanya sebesar 4,2 persen. Kombinasi antara teori dan praktek menjamin kualifikasi tinggi dari tukang dan pekerja terampil. Di samping itu terbuka dua jalur pendidikan kerja lanjutan sebagai sarana peningkatan karier. Jalan yang tradisional memuncak dalam penerimaan ijazah Meister (ahli yang berhak memimpin perusahaan). Kini terbuka pula jalan baru menuju kualifikasi yang dapat ditempuh dengan mengikuti kursus pendidikan lanjutan di luar jam kerja. Bagi peserta terbuka kesempatan untuk meraih ijazah Master pada perguruan tinggi.

 

Pendidikan vokasi (dual training) di Jerman didesain untuk memberikan ilmu secara teori maupun praktik bagi siswanya. Ketika belajar di sekolah vokasi, 75% waktu siswa digunakan untuk bekerja di industri, sedangkan sisanya mereka belajar teori di sekolah. Nantinya setelah siswa mengikuti pendidikan vokasi di sekolah dan bekerja pada sebuah industri, mereka akan mendapatkan sertifikat dari asosiasi industri (chamber) yang dapat digunakan untuk melamar pekerjaan.

 

Kurikulum yang dirancang pada pendidikan vokasi di Jerman adalah berorientasi pada penggabungan antara instruction dan construction, sehingga pendekatan utama dalam membentuk tahapan pembelajaran yang mengacu pada fase pembelajaran di sekolah ataupun praktik di industri dan berorientasi pada hasil proses pembelajaran yang diinginkan.  Selain itu, perlu mempertimbangkan orientasi kompetensi pada berbagai level sejalan dengan pendesainan proses pembelajaran.

Dalam melaksanakan pengembangan pendidikan kejuruan mereka mempunyai lima kunci sukses, “The succes of German vocational education and training is based on five characteristics wich also represent added value for development of VET system in others countries” yaitu :

1. Cooperation of government and industry

Bersama-sama antara Pemerintah dan Industri menyusun dan mendesain kerangka pendidikan kejuruan dan demikian juga pelatihan. Kerjasama dapat mencakup pembiayaan dan pengembangan kurikulum dan implementasinya, serta bersama-sama melaksanakan assessment proses dan lulusan pendidikan kejuruan itu. Demikian juga dilakukan sebuah kesepakatan tentang sertifikasi kompetensi yang mencerminkan harapan kualitas lulusan dengan tuntutan kompetensi sesuai standar yang berlaku di Industri

2. Learning within the work process,

Tujuan dari pendidikan kejuruan Negara Republik Federal Jerman adalah menciptakan kemampuan kerja para lulusannya yang adaptif dengan dunia industri yang mereka miliki. Oleh karenanya pendidikan berorientasi kerja mengharuskan para siswa/peserta (Teilnehmer) suatu kegiatan pendidikan atau pelatihan kejuruan belajar di dua tempat pembelajaran yaitu di sekolah dan di industry. Kombinasi pembelajaran tersebut sudah didesain sedemikian rupa sehingga sinergitas antara pembelajaran di sekolah dengan pembelajaran di industry sangat baik.

3. Acceptante of national standards

Penerapan standar nasional, merupakan salah satu kunci system pendidikan kejuruan. Kualitas daripada pendidikan itu sendiri dijamin dengan diterapkannya standar-standar pendidikan dan dipatuhi sebagai acuan proses. Untuk memenuhi kualifikasi standar lulusan yang akan memasuki pasar kerja, mereka juga menerapkan standar assessment yang benar-benar ketat. Sehingga kualifikasi tersebut para lulusan dapatmemenuhi tuntutan persyaratan penerimaan tenaga kerja dengan mobilitas yang tinggi dan penerimaan masyarakat yang baik. Rekruitmen tenaga kerja menjadi sangat mudah dengan tersedianya tenaga kerja dengan kualifikasi yang baik. Dan kemudahan dalam melanjutkan adaptasi dengan pengembangan pendidikan berikutnya untuk memperbaiki kompetensi atau kualifikasi yang lebih tinggi lagi.

 

 

4. Qualified vocational education and training staff

Kualifikasi tenaga pendidikan kejuruan adalah salah satu pondasi untuk kualitas. Para tenaga pendidik kejuruan harus menguasai dan memahami konsep Pedagogik Kejuruan (Berufspädagogik). Dengan memahami dari konsep Pedagogik Kejuruan para Guru (tenaga kependidikan kejuruan) mampu mendesain strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Menarik bahwa Pedagogik (Berufspädagogik) bukan hanya suatu konsep yang dimiliki oleh dunia pendidikan, akan tetapi tetapi dunia industry juga senantiasa menggunakan dan mengembangkan konsep Pedagogik. Sehingga para peserta diklat atau siswa yang mengadakan magang dan atau praktikum di suatu industry tetap dikendalikan dengan konsep Pedagogik yang benar sesuai dengan semangat dan jiwa dari suatu jenis pekerjaan. Itu menandakan bahwa industry atau dunia usaha tidak hanya sekedar mengejar keuntungan ekonomi (profit) akan tetapi juga terus menanamkan modal untuk pengembangan pendidikan kejuruan. Dalam pandangan mereka pendidikan atau pelatihan yang mereka sediakan adalah modal yang penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari produk yang mereka hasilkan.

5. Institutionalized research and career guidance

Kunci yang berikutnya adalah tersedianya instistusi Penelitian Pendidikan Kejuruan (Berufsbildung) dan Konsultasi Karir. Mereka berfungsi untuk terus melakukan penelitian yang berguna bagi pengembangan pendidikan kejuruan dan pasar kerja. Penelitian melibatkan Pemerintah, pelaku Ekonomi (dalam hal ini dunia usaha dan Industri) dan elemen sosial lainnya. Hasilnya mendorong pendidikan kejuruan tersebut untuk mengetahui apa yang sedang berkembang di dunia industri, dan bagaimana kebutuhan dunia industri atau dunia usaha terhadap kompetensi lulusan pendidikan kejuruan dapat secara dini diidentifikasi. Sehingga pendidikan kejuruan yang melibatkan sekolah dan industri juga dapat menerapkan strategi nyata dalam proses pembelajaran (Lernprozess). Hasilnya juga digunakan untuk mengembangkan konsep-konsep pembelajaran baru (Lernkonzepte).

 

  1. C.   Tujuan Utama Sistem Ganda

Tujuan utama Sistem Ganda adalah untuk menjamin secara berkelanjutan keterserapan tenaga kerja pada pasar kerja tertentu sesuai perkembangan teknologi dan kebutuhan individu. Untuk memenuhi permintaan ini pendidikan dan pelatihan harus mengembangkan kualifikasi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan hasil kinerja secara independen.  Hal ini memerlukan pengembangan dan kombinasi fungsional, ekstra-fungsional, dan qualifikasi sosial.

 

  1. D.   Struktur Sistem Ganda

Struktur Sistem Ganda di Jerman dibatasi pada empat aspek, yaitu pemilahan tanggungjawab untuk pendidikan/pengajaran teori dan pelatihan praktik, pembagian waktu pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, pengorganisasi pendidikan dan pelatihan serta konsentrasi pada mata pelajaran utama dalam pembelajaran teori.

 

1)   Pembelajaran Teori

Republik Federasi Jerman (BRD) terdiri atas 16 negera bagian (Länder). Masing-masing negara bagian memiliki otonomi dalam bidang budaya, termasuk di dalamnya berwenang dalam bidang pendidikan. Pembelajaran teori yang diperlukan suatu bidang pekerjaan dilaksanakan di sekolah.  Sekolah bekerja dengan kurikulum/silabus yang hanya berlaku di suatu negara bagian tertentu. Silabi tersebut berdasar pada masing-masing bidang kejuruan yang dikembangkan dibawah tangung jawab sebuah lembaga permanen yang beranggotakan Menteri Kebudayaan dari 16 negara bagian yang disebut Kultus Ministerium Konferenz (KMK). Jaminan ini mencakup juga validitas hasil pendidikan di Jerman. Dengan kata lain, masing-masing negera bagian diperbolehkan untuk mengintegrasikan silabi sesuai dengan kondisi spesifik untuk situasi aktual di negara bagian tersebut.  Pembelajaran teori di sekolah menckup juga pembelajaran praktik yang diperlukan untuk memahami suatu teori tertentu.  Monitoring pelaksanaan pembelajaran teori di lakukan oleh masing-masing negara bagian.

 

2)   Pelatihan Praktik

Seluruh kegiatan pelatihan praktik dilaksanakan di perusahaan sesuai dengan bidang kerja yang harus dipelajari.  Pelatihan juga meliputi teori-teori yang dibutuhakn untuk memahami suatu kegiatan praktik dan untuk bekerja secara profesional.  Misalnya Matematika, Fisika, Kimia atau Biologi tidak diajarkan sebagai satu mata pelajaran khusus, tetapi include dalam pelatihan praktik kejuruan.

Perusahaan bertanggungjawab untuk seluruh proses kegiatan pelatihan.  Tanggung jawab tersebut di secara keseluruhan dijankan bersama dengan Kementerian Ekonomi Federal (BRD) yang meng-organisir kerangka pengembangan pelatihan dan peraturan-peraturan yang diperlukan untuk pelaksanaan pelatihan kejuruan dalam suatu kerangka kerja.  Kontrol terhadap jalannya pelatihan didelegasikan dari pemerintah kepada suatu lembaga yang disebut Industrie- und Handelskammer (IHK) dan Handelskammer (HK), semacam Kamar Dagang dan Industi (KADIN) di Indonesia. IHK atau HK beranggotakan perusahaan dan para professional pada bidang pekerjaan tertentu. Tabel berikut ini menggambarkan pembagian tugas dan kewenangan antara sekolah dan perusahaan dalam pendidikan sistem ganda di Jerman.

 

Tempat belajar Perusahaan

(Lernort Betrieb)

Tempat belajar SMK

(Lernort Berufsschule )

Diatur dengan Undang-undang Diklat Kejuruan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Federal (Berufsausbildung-sgesetz/BBiG) Diatur dengan Undang-undang Tentang Sekolah yang dikeluarkan oleh Negara Bagian (Schulgesetz)
Antara peserta pelatihan dengan perusahaan diikat dengan suatu kontrak pelatihan (Berufsbildungsvertrag) Antara siswa dengan sekolah diikat dengan suatu kewajiban untuk sekolah (Schulpflicht)
Jalannya pelatihan diatur dengan Tataurutan Pelatihan (Ausbildung-sordnung) Pembelajaran mengacu pada kurikulum (Lehrpläne)
Bertanggungjawab pada pelaksanaan pelatihan praktik kejuruan (praktische Berufsausbildung) Bertanggungjawab pada tranfer ilmu pengetahuan teori (theoritische Unterweisung)

 

3)   Pembagian Waktu

Pendidikan dan pelatihan kejuruan umumnya berlangsung anatar 3 sampai 3,5 tahun. Sekolah dan perusahaan mempunyai tanggung jawab dan kerja bersama untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan kejuruan yang berkualitas.  Mereka membagi waktu pendidikan dan pelatihan sedemikian rupa sehingga peserta diklat (Auszubildender-in/ Lehrlinger-in) memperolah 3-4 hari praktik di perusahaan dan 1-2 hari belajar di sekolah atau 3-4 minggu di perusahaan dan 1-2 minggu di sekolah. Pada pertengan pelaksanaan diklat, biasanya pada akhir tahun kedua, peserta diklat harus menempuh ujian pertengahan (Zwischenprüfung). Ujian ini tidak menyebabkan pembatasan ataupun keuntungan.  Ujian ini hanya dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada sekolah, perusahaan dan peserta diklat itu sendiri tentang level kemampuan yang telah dicapainya.  Setelah menempuh ujian akhir (Abschlußprüfung) dan dinyatakan lulus, peserta diklat mendapat surat keterangan sebagai tenaga terampil pada bidang tertentu.

 

4)   Pengorganisasian Diklat

Hal yang terpenting pada tahun pertama diklat (1. Ausbildungsjahr) adalah pengorganisasian bentuk dari diklat dasar.  Keterampilan praktik dan isi teori merupakan bagian dari rencana diklat dan silabi yang spesifik  untuk  proses kerja sesuai bidang kerjanya.

Tahun kedua diklat (2. Ausbildungsjahr) adalah tahap spesialisasi pertama, tetapi spesialisasi ini masih bersifat luas.  Spesialisasi ini berorientasi pada kemampuan khusus yang essensial pada suatu skup kelompok kejuruan kecil.

Tahun ketiga diklat (3. Ausbildungsjahr) dan tahun keempat diklat (4. Ausbildungsjahr) difokuskan pada spesialisasi keterampilan khusus dari suatu bidang kerja dan yang secara khusus diperlukan oleh tempat kerja.

 

5)   Konsentrasi pada Mata Pelajaran Utama Teori

Walaupun silabi kurikulum dapat berbeda pada masing-masing negera bagian, sebagian besar negara-negara bagian mengacu pada keputusan pendidikan yang sama, yaitu menempatkan teknologi atau subyek kejuruan sebagai disiplin utama ke dalam fokus pembelajaran teori.

Semua mata pelajaran dirancang untuk mendukung pambelajaran kejuruan utama. Isi dan tujuan pembelajaran yang merupakan bagian dari bidang kejuruan yang sesuai harus dipilih untuk pengembangan/perluasan semaksimal mungkin.  Seluruh tujuan diklat berorientasi pada aktivitas dan kehususan bidang kejuruan, baik dalam hal isi maupun pelaksanaannya.

Dalam Republik Federal Jerman pasca perang, sistem sekolah tiga jalur dan universitas dengan sistem ekonomi adalah bentuk yang digunakan. Oleh karena Undang-undang Federal, yang bertanggung jawab mengenai pendidikan, semenjak itu pula pembicaraan di tingkat “Lander” berlangsung terus tentang tujuan reformasi pendidikan. Pemerintah negara bagian (State) yang Sosial Demokrat cenderung untuk menempatkan pendidikan sebagai hak azasi dengan penekanan pada, usaha pendidikan itu atas inisiatif sendiri, persamaan, dan tindakan pengimbalan, sementara pihak Kristen Demokrat Konservatif menginginkan tujuan dan kegiatan pendidikan itu bersifat kolektif untuk kepentingan masyarakat, seperti penyiapkan lulusan yang berkualitas.

 

6)   Kelompok Sekolah Menengah Kejuruan di Jerman

Terdapat 2 kelompok sekolah menengah kejuruan di Jerman

  1. a.    Voolzeit

Secara harfiah, Voolzeit berarti waktu penuh belajar di sekolah (tidak menerapkan dual system), artinya proses belajar siswa berlangsung si sekolah selama 6 hari dalam seminggu, dan menjadi tanggung jawab penuh bagi sekolah.  Jika suatu waktu siswa memerlukan praktekum, maka siswa dapat praktek ke salah satu instansi pemerintah, atau industry. Akan tetapi bukan berstatus sebagai karyawan dan mereka tidak mendapat upah dan sekolah yang mencari tempat praktekum bagi siswanya.

 

  1. b.   Teilzeit

Sekolah kejuruan yang separuh waktu belajar di sekolah dan separuh waktu lagi bekerja di Industri. Sekolah kejuruan ini yang dinamakan “Duale Ausbildung”, dikalangan internasional disebut sebagai “dual system”. Pendidikan dan pelatihan kejuruan berlangsung antara 3 sampai 3,5 tahun. Sekolah dan perusahaan mempunyai tanggung jawab dan kerja sama untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan kejuruan yang berkualitas. Meraka membagi waktu pendidikan dan pelatihan sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh 3 – 4 hari praktek diperusahaan dan 1 – 2 hari belajar di sekolah atau 3 – 4 minggu di perusahaan dan 1 – 2 minggu di sekolah.  Contoh SMK Einzelhandle di Bremen system belajarnya 3 hari bekerja di Industri (24 jam untuk satu minggu) dan dua hari belajar di sekolah (12 jam seminggu).

 

Pada pertengahan diklat, biasanya pada akhir tahun kedua, peserta diklat harus menempuh ujian pertengahan.  Ujian ini tidak menyebabkan pembatasan ataupun keuntungan.  Ujian ini hanya dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada sekolah, perusahaan dan peserta diklat itu sendiri tentang level kemampuan yang telah dicapainya.  Setelah menempuh ujian akhir dan dinyatakan lulus, peserta diklat mendapat keterangan sebagai tenaga terampil pada bidang tertentu.

 

E. Manajemen Pendidikan

a.      Otorita

Konstitusi Federal telah menetapkan wewenang Lander atas pendidikan, maka beberapa Lender membuat beberapa ketentuan dalam konstitusi mereka masing-masing mengenai pengaturan masalah-masalah pendidikan, dan selurunya melalui proses legislative. Pengaturan itu mencakup penetapan tujuan pendidikan, struktur, isi pengajaran, dan prosedur dalam sistem daerah mereka masing-masing.

 

Dalam negara bagian, tanggung jawab pendidikan terletak pada level kementrian kabinet yang seringring disebut Kementian Kebudayaan. Pada negara-negara bagian yang luas derahnya. Sekolah tidak dikontrol secara langsung oleh kementrian negara bagian, tetapi melalui badan administratif regional yang merupakan bagian dari badan eksekutif tanpa pasangan atau counterpart langsung dari pihak legislatif atau DPR. Masyarakat setempat biasanya juga punya tanggung jawab menyediakan infra struktur yang diperlukan dan ada kalanya juga terlibat dalam pengangkatan staf.

 

Supervisi atau inpeksi terhadap sekolah merupakan tugas kementrian negara bagian, secara langsung atau tidak. Dengan beberapa pengecualian, gereja-gereja negara bagian tidak lai melakukan fungsi supervisi terhadap sekolah. Secara resmi ada tiga fungsi supervisi sekolah, fungsi pedagogis, hukum dan servis masyarakat. Rekonsiliasi mengenai struktur pendidikan di Jerman, Konferensi Menteri-menteri Kebudayaan menetapkan, melalui keputusan bulat, prinsip-prinsup pendidikan yang berlaku secara nasional serta kesepakatan mengenai masalah-masalah internasional. Komisi Gabungan Perencanaan Pendidikan dan Dukungan Penelitian merumuskan rekomendasi dan mengawasi program-program eksperimen. Dalam Komisi, Pemerintah Federal dan Pemerintahan Negara Bagian memiliki hak suara yang sama. Sesudah perubahan Konstitusi tahun 1969, sejumlah wewenang negara bagian menegenai pendidikan tinggi dialihkan ke pemerintah Federal.

 

  1. Pendanaan

Dengan pengecualian pendidikan tinggi, keuangan pendidikan sepenuhnya berada di tangan Lender dan masyarakat setempat. Secara umum, seluruh biaya personil ditanggung oleh pemerintah negara bagian, dan infra struktur oleh masyarakat. Hampir semua program pendidikan (termasuk pembebbasan uang kuliah pada pendidikan tinggi) bersifat gratis. Pemerintah Federal juga memberikan bantuan kepada sebagian siswa sekolah menengah dan mahasiswa perguruan tinggi, banyak diantaranya yang menerima bantuan dari anggaran pemerintah dengan jumlah yang cukup besar (kira-kira 90% dari biaya operasional sekolah).

 

Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan mencapai 3,7% (Jerman Barat) dari GNP (Gross National Product) dalam tahun 1990, dan ditambah 1,7% untuk penelitian. Investasi swasta untuk penelitian dan pembangunan berjumlah 3,9%, sehingga pengeluaran tahun 1990 mencapai 9,3% dari GNP. Tetapi semenjak 1975 sebagai pertanda berakhirnya perluasan sistem secara menyeluruh. Dalam tahun 1989, unit biaya pendidikan persiswa untuk sekolah-sekolah adalah DM 6,2000 (Us$3,650) dan DM 17,100 (US$10,060) permahasiswa pada pendidikan tinggi.

 

 

 

c.       Personalia

Guru-guru Gymnasien dan sebagian guru-guru spesialis untuk bidang keuangan yang di didik ditingkat universitas, dengan tekanan utama di bidang keahlian di bandingkan dengan bidang keguruan. Pada umumnya, pendidikan bidang studi mencakup dua disiplin ilmu yang dapat diambil pada universitas atau fakultas. Untuk beberapa spesialisasi, bidang pendidikan umum dilengkapi dengan mata kuliah khusus sepert bidang membaca bagi calon guru pendidikandasar atau diagnosis terapan bagi yang bermaksud mengajar pada lembaga pendidikan khusus.dalam jurusan pendidikan, tekanan terberat adalah pada pendekatan sejarah, filosofis, dan orientasi pada praktikum.

 

d.      Kurikulum

 

Menteri-menteri pendidikan negara bagian menentukan kurikulum mereka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan mereka melakukan itu melalui tiga jenis instrumen yaitu, pertama, tabel yang menguraikan jumlah jam belajar per minggu, serta mata pelajaran sesuai dengan “grade” dan jenis sekolah, kedua, pedoman kurikulum, ketiga, pemberian wewenang penulisan dan pengadaan buku teks.

 

Tujuan umum kurikulum ditentukan oleh peraturan sekolah (sering dinyatakan pada Mukadimah suatu Keputusan, sedangkan tujuan khusus diterbitkan dalam kaitannya dengan pedoman kurikulum. Ini diputuskan oleh kementrian negara bagian dan mencakup silabus, rekomendasi metode mengajar, dan kadang-kadang juga model rencana pelajaran. Mengenai buku teks , tidak ada yang dapat dipakai di sekolah-sekolah Jerman tanpa mendapat persetujuan dari mentri negara bagian.

 

Keputusan untuk metode mengajar tertentu sepenuhnya diserahkan kepada guru. Dengan semakin menurunnya rasio murid-guru(dari 30:1 tahun 1960 menjadi 15:1 dalam tahun 1980), makin jelas kecenderungannya bahwa metode mengajar “techer-centered” makin di tinggalkan beralih pada bekerja dengan kelompok kecil murid dalam kerangka pendekatan “student-centered”. Semenjak akhir tahun 1980-an, konsep “pengajaran terbuka” atau “open instruction” yang menekankan pada “murid belajar atas dorongan sendiri” semakin berkembang dan semakin popular pada sekolah-sekolah pendidikan dasar dan juga pada sebagian sekolah menegah pertama.

 

 

e.       Ujian, Kenaikan Kelas, dan Sertifikasi

 

Tes formal pada prinsipnya tidak digunakan untuk menilai keberhasilan anak disekolah. Pengecualian itu hanya untuk keperluan diagnostik yaitu mengidentifikasi jenis-jenis dyslexia (kesulitan belajar membaca dan menulis karena kondisi pada otak). Kemudia seperti telah disebutkan terdahulu, tidak ada kenaikan kelas secara otomatis, tetapi kelas mengulang juga sudah hampir tidak dilaksanakan lagi (hanya 1,5% per kelas di pendidikan dasar, dan kira-kira 4% di sekolah tingkat menengah pada tahun 1990).

 

Sertifikat dan diploma yang dicapai di universitas dan jian-ujian negara bagian dan memberi hak kepada pemegangnya untuk memasuki program pendidikan yang lebih tinggi, dan juga mengandung nama-nama profesional, termasuk gelar akedemik .

 

f.       Evaluasi, dan penelitian pendidikan

 

Tidak ada evaluasi nasional yang dilakukan secara teratur mengenai hasil pendidikan. Komponen Jerman dalam Asosiasi Internasional untuk Penelitian Penilaian Pencapaian Pendidikan dalam bidang “Membaca” merupakan survei pertama dalam dua dekade terakhir yang didasrkan pada sempelprobabilitas siswa secara nasional. Apabila di bandingkan dengan negara lain, Jerman belum banyak melakukan penelitian empiris dalam bidang pendidikan.

 

  1. F.    Reformasi dan Isu-Isu Pendidikan

 

Masa untuk melakukan reformasi pendidikan yang mendasar di Jerman Barat secara resmi berakhir tahun 1975 dengan dibubarkannya Dewan Pendidikan (Council of Education) yang mencoba mengimplementasikan sistem pendidikan yang sama sekali baru. Semenjak itu, pemerintah yang konservatif cenderung mempertahankan struktur tripatrit pada pendidikan menengah, sementara kementrian yang beraliran Sosial Demokrat mencoba menerapkan Gesamtschule sebagai alternatif, kalau tidak sebagai pengganti, sistem tripartit.

 

Sesungguhnya, seluruh Jerman akan terus mengalami masalah yang kelihatannya makin meningkat, bukan makin terselesaikan. Masalahnya terutama pada anak-anak yang sudah punya persoalan sebelumnya karena latar belakang sosial yang tidak menguntungkan. Integrasi anak-anak imigranyang jumlahnya semakin besar sesungguhnya merupakan tantangan berat bagi pendidikan Jerman, termasuk isu “pemberian kesempatan yang sama”. Mencari perimbangan antara kebutuhan untuk integrasi sosial bagi anak-anak cacat dan penyelenggaraan pengajaran yang optimal tetap menjadi fokus pemikiran.

 

  1. II.    INDONESIA

 

A.    Dasar Dan Tujuan Pendidikan Kejuruan

 

Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 

Sekolah menenah kejuruan memiliki peran strategis mewujudkan sumber daya Indonesia yang handal. Hal ini sesuai dengan PP RI No. 29 tahun 1990 Bab I pasal 1 yaitu : “Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangakan sikap propesional”. Lebih lanjut PP No 73 tahun 1991, pasal 3 ayat 6 menyatakan bahwa: “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan warga belajar untuk bekerja dalam bidang tertentu”.

 

Berdasarkan PP tersebut jelaslah bahwa pendidikan kejuruan memiliki peran yang sangat strategis, dalam upaya pembangunan nasional, khususnya dalam sector pembangunan social dan ekonomi. Pendidikan  kejuruan merupakan investasi yang mahal, namun sangat strategis dalam menghasilkan manusia Indonesia yang trampil dan berkeahlian dalam bidang-bidangnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa, khususnya kebutuhan dunia usaha dan industry.

 

B.    Struktur pendidikan

 

Departemen pengelola utama pendidikan di Indonesia adalah departemen pendidikan dan kebudayaan. Kebijakan pendidikan dikembangkan di pusat (Departemen) dan disebarkan keseluruh Wilayah dengan lembaga pendidikannya seperti hal kurikulum dan ujian-ujian, serta pembinaan lain seperti administrasi dan supervisi. Negara berkembang berhasilnya pelaksanaan wajib belajar taraf SD berakibat perlunya pemikiran tentang kebijaksanaan untuk mingkatkan wajib belajar sampai taraf SMA/SMK. Untuk menanggapi ini perlu mendapat pertimbangan seperti ekonomi dan politik.

 

C.  Sistem Pendidikan

 

Hak dan kewenangan dalam bidang administrasi pendidikan sejalan dengan alur dalam pemerintahan atau polotik, untuk ini dikenal dengan sentralisasi, desentralisasi, dan otonomi.

1.  Sentralisasi menunjuk pada hak dan wewenang yang terpusat pada pemerintah pusat.

2.  Desentralisasi menunjuk pada hak dan wewenang pada daerah.

3.  Otonomi daerah adalah pada aspek-aspek yang bebas pengelolaannya pada daerah, sehingga otonomi ini kurang lazim digunakan dalam bidang administrasi pendidikan.

 

D.   Sejarah Perkembangan Ssitem Pendidikan Kejuruan Indonesia

Menengok sekelumit sejarah perkembangan SMK hingga kini, ada beberapa catatan di tahun 1998. Ketika Indra Djati Sidi menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah serta Gatot Hari Priowirjanto sebagai Direktur Pendidikan Menengah dan Kejuruan (Dikmenjur), mereka meletakkan reformasi pendidikan kejuruan yang ditekankan pada dua hal.

Pertama, memanfaatkan potensi lokal, mulai dari sumber daya alam, mineral, pertanian, perikanan. Kedua, relevansinya ditekankan kepada kebutuhan lapangan kerja yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing Indonesia di kancah kebutuhan industri internasional. Tak terelakkan bahwa kualitas ketenagakerjaan Indonesia bisa dibilang agak menyedihkan. Daya saingnya di mata dunia, terbilang rendah. Membuat peluang mereka banyak tergeser oleh tenaga kerja dari negara lain. Padahal ini semua berasal dari masalah tingkat kompetensi tenaga kerja yang dinilai masih lemah. Ringkasnya, pendidikan kejuruan harus segera di reposisi pada saat itu. Diperbaiki kualitasnya dan diperkuat dasar konsepnya untuk bisa berkembang lebih baik.

Reposisi ini ditujukan untuk menata ulang sistem pendidikan dan pelatihan kejuruan agar menjadi sistem pendidikan dan pelatihan yang permeabel dan fleksibel, dengan pola pembelajarannya yang berbasis kompetensi. Selain itu, juga untuk menata ulang bidanga atau program keahlian yang lebih menekankan pada kebutuhan pasar. Terakhir, reposisi ini dilakukan untuk meningkatkan peranan SMK sebagai Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan Terpadu (PPKT). Maksudnya, selain sebagai penyelenggara program pendidikan dan pelatihan yang reguler, juga menjadi tempat diselenggarakannya pendidikan dan pelatihan kompetensi kejuruan yang fleksibel jangka pendek melalui sistem multy entry-multy exit.

SMK masa depan juga diharapkan menjadi tempat pelayanan jasa dan produksi, tempat pendidikan dan pelatihan tingkat lanjutan yang setara dengan program diploma. Pesertanya bisa berasal dari semua anggota masyarakat yang berminat, baik sebagai pencari kerja, maupun para siswa tamatan SMU, SLTP, SD, dan semua pekerja di dunia usaha/industri.

Perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan kejuruan pasca reformasi, misalnya adalah berubahnya orientasi pendidikan dan pelatihan kejuruan yang dikembangkan dari yang bersifat supply driven menjadi demand driven. Sistem pengelolaan yang tadinya bersifat sentralistik, berubah menjadi desentralisasi. Pendekatan pembelajarannya pun bergeser, dari  pendekatan mata pelajaran menjadi pembelajaran berbasis kompetensi. Pola penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pun berkembang dari yang semula sangat terstruktur, menjadi lebih fleksibel (luwes) dan permeabel (terbuka).

Upaya reposisi pendidikan kejuruan, sesungguhnya melanjutkan program perbaikan mutu pendidikan kejuruan yang telah dilakukan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Wardiman. Pada kurun tahun 1993-1998, orang terdekat BJ. Habibie itu pernah melontarkan gagasan yang dikenal dengan sebutan link and match. Atau, keterkaitan dan kesepadanan. Ide itu digulirkan sebagai upaya untuk menjadikan dunia pendidikan menjadi lebih relevan dengan dunia kerja.  Dunia kerja menjelang masa perdagangan bebas, menghendaki persiapan yang cukup. Ada sebuah tim kerja yang disebut sebagai Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia yang mengkhususkan kerja-kerja penelitiannya di bidang pendidikan kejuruan.

Tim ini beranggotakan beberapa puluh orang penting dari kalangan pejabat Depdiknas, akademisi, dan lembaga pemerintah lainnya.  Keanggotaannya bersifat lintas sektoral dan multidisiplin. Hasil kerjanya didokumentasikan dalam bentuk buku yang berjudul Keterampilan Menjelang 2020. Didalamnya banyak bicara tentang sejumlah konsep dasar dan strategi pembaruan pendidikan kejuruan dalam kaitannya dengan persiapan menghadapi perdagangan bebas APEC tahun 2020. Persiapan-persiapan lainnya pun dilakukan. Penguatan mutu pendidikan kejuruan melalui lembaga pengembangan pendidikan kejuruan juga dibentuk di tingkat pusat, dengan nama Dewan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan Nasional.

Sekarang lebih dikenal sebagai  Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN). Partisipasi masing-masing daerah juga dituangkan melalui hadirnya MPKN di tingkat provinsi.   Di dalam buku Keterampilan Menjelang 2020 ini juga diulas tentang bagaimana meraih dukungan industri dan pusat-pusat pelatihannya untuk berperan aktif dalam pengembangan standar keahlian yang nantinya banyak digunakan sebagai dasar konsep dalam proses belajar-mengajar, pengujian, dan sertifikasi keterampilan.  Selain itu, juga dibahas tentang penyelenggaraan pendidikan sistem ganda (PSG) dan pengembangan pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi.

Menginjak periode kepemimpinan Dr. Joko Sutrisno, Direktorat Dikmenjur (sejak 2005) lebih menyempurnakan desain reposisi pendidikan SMK melalui beberapa terobosan. Beberapa hal diantaranya adalah mengembangkan SMK bertaraf internasional dengan metode bilingual, pencitraan kredibilitas SMK melalui program sosialisasi, dan memenuhi kebutuhan peralatan produksi secara mandiri lewat unit produksi di masing-masing SMK.

Termasuk didalamnya, program penguatan pengetahuan eksakta/sains melalui peningkatan bobot jam belajar hingga 6 jam setiap minggunya bagi SMK jurusan elektronika, automotif dan jurusan eksaskta lainnya. Diharapkan, ini dapat membuka peluang seluas-luasnya bagi siswanya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, Direktorat Dikmenjur juga melakukan sertifikasi kompetensi untuk para lulusan SMK bidang otomotif, perhotelan, Teknologi Informasi, sekretaris, busana, dan tata boga.

 

Perkembangan reposisi terakhir, ada pada penguatan potensi lokal. Program Dikmenjur disesuaikan dengan kebijakan pemerintah. Kini, kebijakan Presiden menganjurkan untuk kembali ke potensi go green. “Kami beri nama program Agro Industri. Tahun 2008, melalui program ini kami akan membesarkan 20 SMK di seluruh Indonesia. Mereka akan diberikan program pengembangan untuk produksi pangan dengan bahan dasar lokal. Misalnya kripik pisang. Bukan roti karena selain bukan makanan tradisional orang Indonesia, bahan-bahannya juga masih import,” tuturnya.

 

Selain itu, Direktorat Dikmenjur juga mengarahkan praktek kerja industri untuk lebih memilih ke lokasi dalam negeri. Pertimbangannya adalah, untuk mendukung program penguatan ekonomi lokal dan potensi produksi pangan dalam negeri. “Ini juga supaya petani dan peternak di Indonesia memahami nilai ekonomi produk mereka. Jadi, mereka bersama para lulusan SMK bisa tingkatkan perekonomian di daerah masing-masing,” ucapnya berharap.

 

Kini setiap tahun, Direktorat Dikmenjur telah mengirim 100 sampai 200 pejabat terkait dengan penyelenggaraan pendidikan kejuruan untuk berangkat ke luar negeri. Mereka dikirim dalam beberapa gelombang, ke negara yang berbeda-beda, dengan biaya yang sebagian ditanggung oleh pemda masing-masing, sebagian lainnya ditanggung oleh Direktorat Dikmenjur.

Menginjak periode kepemimpinan Dr. Joko Sutrisno, Direktorat Dikmenjur (sejak 2005) lebih menyempurnakan desain reposisi pendidikan SMK melalui beberapa terobosan. Beberapa hal diantaranya adalah mengembangkan SMK bertaraf internasional dengan metode bilingual, pencitraan kredibilitas SMK melalui program sosialisasi, dan memenuhi kebutuhan peralatan produksi secara mandiri lewat unit produksi di masing-masing SMK.

Termasuk didalamnya, program penguatan pengetahuan eksakta/sains melalui peningkatan bobot jam belajar hingga 6 jam setiap minggunya bagi SMK jurusan elektronika, automotif dan jurusan eksaskta lainnya. Diharapkan, ini dapat membuka peluang seluas-luasnya bagi siswanya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, Direktorat Dikmenjur juga melakukan sertifikasi kompetensi untuk para lulusan SMK bidang otomotif, perhotelan, Teknologi Informasi, sekretaris, busana, dan tata boga.

 

  1. E.    Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

 

Sesungguhnya, penerapan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di SMK telah berjalan sejak tahun 1993/1994 hingga sekarang. Sistem ini merupakan implementasi dari konsep mitch and match. Dengan PSG, perancangan kurikulum, proses pembelajaran, dan penyelenggaraan evaluasinya didesain dan dilaksanakan bersama-sama antara pihak sekolah dan industri. Diharapkan nantinya para lulusan SMK akan menjadi para lulusan yang siap kerja.  Melalui PSG, siswa belajar di dua tempat, yaitu sekolah dan industri.

Di sekolah, para siswa belajar teori dari para guru atau instruktur yang kegiatannya yang pada umumnya dibiayai pemerintah. Sedangkan kegiatan belajar yang diselenggarakan di perusahaan/industri, artinya para siswa ini belajar dan mendapatkan pelatihan praktik dari para instruktur dari pihak sekolah yang bersangkutan. Pembiayaannya dilakukan oleh perusahaan terkait.

Dalam konteks ini, bisa dikatakan bahwa sekolah melakukan semacam outsourcing yang dikerjakan oleh industri dalam bentuk penyediaan alat, instruktur, dan pengalaman praktik di lapangan. Sedangkan industri melihat sekolah sebagai bagian dari Human Resources Development (HRD) atau sumber daya manusia perusahaannya yang mencetak tenaga ahli yang andal dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Untuk memuluskan kerjasama antar sekolah dan industri dalam penyelenggaraan PSG, MPKN tingkat provinsi yang beranggotakan unsur-unsur dari kedua belah pihak, berfungsi menjembataninya. Melalui kelompok-kelompok bidang keahliannya, MPKN membantu SMK dalam mengembangkan standar penyelenggaraaan pendidikan dan pelatihan, maupun bahan ajar yang diperlukan.

Pada awalnya bagi para siswa SMK, diberlakukan masa praktik kerja industri selama 3 bulan. Namun menurut Gatot, hasil dan prosesnya dinilai kurang efisien dan terlalu sebentar. Maka, mulai tahun 1999 hingga sekarang, diterapkan masa praktik kerja industri selama 6 bulan. Malah, sebenarnya waktu 6 bulan ini juga masih dirasa cukup singkat bagi proses praktik kerja industri. Gatot membandingkannya dengan sistem pendidikan kejuruan yang ada di Jerman. Dalam sepekan, selama 2 hari anak-anak mendapatkan teori di kelas, sedangkan tiga hari berikutnya kegiatan pembelajaran berlangsung di industri. Mungkin, di Indonesia masih perlu berubah setahap demi setahap.

Setelah pemberlakuan masa praktik kerja yang diperpanjang menjadi 6 bulan, proses ini juga memudahkan para siswa untuk memperoleh peluang praktik kerja ke luar negeri. Kegiatan praktik kerja di luar negeri ini telah dilakukan sejak tahun 1999. Pada mulanya, Direktorat Pendidikan Menengah dan Kejuruan (Dikmenjur) mengirimkan 200 kepala sekolah SMK untuk melakukan studi banding ke Malaysia.  Berikutnya, giliran para siswanya yang diberangkatkan magang ke luar negeri. Di tahun yang sama, sekitar 400 siswa SMK berangkat praktik kerja  ke luar negeri. Hingga perkembangannya sampai dengan tahun 2004, telah ada sekitar 2.000 siswa SMK seluruh Indonesia yang dikirim ke Malaysia. 80% nya melakukan praktik kerja di bidang perhotelan dan pariwisata.

Negara tujuannya tak hanya sebatas Tanah Melayu Malaysia, melainkan juga ke negara-negara lain misalnya ke Singapura, Jepang, Inggris, Jerman, Oman, dan Kuwait. Saat itu, Gatot Hari Priowirjanto berharap, pada tahun 2020 nanti sebanyak 10% dari bisnis hotel dan pariwisata di dunia, tenaga kerjanya berasal dari Indonesia. “Ini memang sebuah mimpi besar. Dan kita harus menyiapkannya secara serius,” ucapnya. Selain memfasilitasi para siswa SMK melakukan praktik kerja di luar negeri, Direktorat  Dikmenjur juga mendorong dan memberi kesempatan bagi para guru, kepala sekolah, pejabat Dinas Pendidikan dan pengajaran di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk ikut memperluas pengetahuan konsep penyelenggaraan pendidikan kejuruan di luar negeri.

Namun, seiring dengan perkembangan politik yang begitu dominan memainkan perannya dalam dunia pendidikan (dengan bergantinya pejabat kementerian pendidikan nasional), PSG tampaknya telah mulai ditinggalkan tanpa memberikan alternatif pengganti yang jelas.

 

E.  Kurikulum

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.

 

Kurikulum pendidikan nasional berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 pasal 36 yaitu:

1)  Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

3)  Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

a.  Peningkatan iman dan takwa

b.  Peningkatan akhlak mulia

c.  Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik

d.  Keragaman potensi daerah dan lingkungan

e.  Tuntutan pembangunan daerah da lingkungan

f.   Tuntutan dunia kerja

g.  Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

h.  Agama

i.   Dinamika perkembangan global

j.   Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

4)  Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

 

F.  Pendanaan Pendidikan

a.  Tanggung Jawab Pendidikan Pasal 46

1)  Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,   pemerintah daerah, dan masyarakat.

2)  Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran

pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

b.  Sumber Pendanaan Pendidikan

1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.

2)  Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3)  Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

c.  Pengelolaan Dana Pendidikan

1) Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.

2)  Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

d.  Pengalokasian Dana Pendidikan

Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Daerah.

E.  Evaluasi Pendidikan

a.  Evaluasi Pasal 57

1)  Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

b.  Evaluasi Pasal 58

1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

BAB III

KESIMPULAN

ANALISI PERBANDINGAN PENDIDIKAN KEJURUAN

DI JERMAN DAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

 

No PERMASALAHAN PENDIDIKAN

PERBANDINGAN

JERMAN

INDONESIA

1 Tujuan Mengembangkan individualitas dan partisi-pasi dalam kehidupan masyarakat.

  Menyiapkan lulusan yang berkualitas.

PP No 73 tahun 1991, pasal 3 ayat 6 menyatakan bahwa: “Pendidikan kejuruan merupa-kan pendidikan yang mem-persiapkan warga belajar untuk bekerja dalam bidang ter-tentu”.
2 Dual System Sistem Pendidikan Ganda berjalan sampai sekarang dan tidak dipengaruhi oleh kebijakan politik. Sistem Pendidikan Ganda di Indonesia hanya berjalan beberapa tahun, karena system politik mempengaruhi kebijakan pendidikan.
4 Kurikulum Menteri-menteri pendidik-an negara bagian menen-tukan kurikulum mereka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Berdasarkan standar nasional disesuaikan dengan perkem-bangan peserta didik dengan kebutuhan lingkungan pen-didikan nasional.
6 Evaluasi Tidak ada evaluasi nasional yang dilakukan 1. Evaluasi hasi belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
7 Pembiayaan Seluruh biaya personil ditanggung oleh pemerin-tah negara bagian, dan infra struktur oleh masyarakat Sumber pendanaan pendidikan di Indonesia berasal dari APBN, APBD ditanggung bersama antar pusat, daerah dan masyarakat

 

DAFTAR PUSTAKA

Akdogan, Cemil. 2005. Asal Usul Sains Modern dan Kontribusi Muslim, dalam IslamiaJurnal   

 Pemikiran dan Peradaban Islam Edisi Tahun II No 5. Jakarta: Khairul Bayan.

Assegaf, Abd. Rachman. 2003. Internasionalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat. Jakarta: Gama Media.

Bundesministerium für Bildung und Forschung, Berufsbildunggesetz, Stand 11.04.2005.

Departemen Agama RI. Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang       

Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI.

German Academic Exchange Service (Dinas Pertukaran Akademis Jerman), Tanya Jawab, dalam www.daadjkt.org, diakses pada tanggal 25 maret 2013 pukul 10.18 WIB

Hasbullah. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara.

Handout Pelatihan, The Dual System of Technical and Vocational Education and Training      

(TVET) in Germany Handout Pelatihan, Bildung- und Ausbildungssystem

Hardjanti, Rani. 20 Negara dengan Tingkat Pendidikan Tertinggi di Dunia, dalam http://kampus.okezone.com, diakses pada tanggal 25 Maret 2013 pukul 10.09 WIB.

Hoerudin, Cecep Wahyu. 2009. Makalah “Studi Pendidikan Mancanegara Jerman dan Indonesia”. Bandung: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

 

 

Tinggalkan komentar